Pagang gadai adalah salah satu bentuk transaksi atau peralihan
hak atas harta pusaka yang telah diatur oleh Adat Minangkabau. Pagang
gadai ini menurut ketentuan adat baru syah dilakukan apabila telah
memenuhi ketentuan tentang syahnya perbuatan hukum pagang gadai. Syarat
syahnya pagang gadai tersebut harus memenuhi 4 syarat menurut Adat
Minangkabau, yaitu :
Rumah Gadang Katirisan. Maksudnya kalau rumah gadang sudah rusak,
seseorang baru boleh / syah melakukan gadai, untuk memperoleh biaya
guna memperbaiki rumah gadang yang rusak.
Mayik Tabujua Di ateh Rumah. Maksudnya karena tidak adanya biaya
untuk penyelenggaraan mayat dari salah seorang anggota kaum yang
meninggal, barulah seseorang tersebut bisa menggadai.
Gadih gadang Indak Balaki. Maksudnya kalau ada diantara
kemenakan/anak gadis atau janda yang tidak bersuami, boleh menggadaikan
tanah untuk biaya mencarikan calon suami bagi anak kemenakan yang tidak
punya suami tersebut.
Adat Tak Badiri. Maksudnya tidak ada biaya untuk penyelenggaraan
upacara perhelatan /pengangkatan penghulu dalam suatu kaum, juga
termasuk alasan gadai boleh dilakukan.
Dari syarat-syarat pegang gadai diatas dapat kita simpulkan bahwa pada
prinsipnya adat mengingatkan kita bahwa kalau dapat janganlah
menggadaikan harta pusaka, karena kedudukan dan peranan harta pusaka
dalam kaum di Minangkabau sangat penting sekali. Kalau harta pusaka
sudah habis karena digadaikan maka keberadaan kaum itu akan menjadi
hilang.
Karena salah satu dasar dari kaum tersebut yaitu harta pusaka, sementara
harta pusaka tersebut sudah habis, sehingga dimana lagi adat tersebut
bisa didirikan. Maka oleh sebab itu di Minangkabau harta pusaka tidak
boleh dijual belikan. (Jua indak dimakan bali, sando indak dimakan
gadai). Dan salah satu tugas dari ninik mamak / penghulu harus bisa
memelihara harta pusaka tetap utuh kalau tidak akan bisa bertambah. Jadi
secara tersirat alasan-alasan pagang gadai tersebut melarang kita
menggadai kalau tidak penting betul.