Rang Bunian Bukik Sambuang... Oi Urang den Sayang Saru juo tiok Sumbayang, Nah
penggemar lagu Minang pasti kenal berat dengan lagu tersebut. Lagu yang
dibawakan oleh mantan Mendagri, Gubernur Sumatera Barat dan juga Bupati
Solok, Gamawan Fauzi. Konon, lagu ini dari pengalaman beliau yang
pernah hilang di bukit tersebut.
Tidak berbicara lebih lanjut
tentang bapak Gamawan Fauzi, kita akan lihat tentang urang Bunian.
Berbagai cerita berkembang di masyarakat mengenai Urang Bunian ini.
Cerita tersebut menjadi suatu daya tarik, entah untuk sekedar di dengar
penunggu kopi panas menjadi hangat, ataupun untuk di bahas lebih
mendalam.
Jika
ditelusuri berbagai pendapat mengenai orang Bunian ini, banyak beredar
di internet pengambaran seperti sosok seperti kera. Entahlah mengenai
kebenaran perwujudan visual tersebut, karena penulis sendiri belum
pernah melihat dengan nyata. Namun, secara keseluruhan orang bunian ini
adalah sosok makhluk halus. Disampaikan bahwasanya memiliki kehidupan
komunitas sendiri di tempat terpencil seperti di gunung, bukit dan area
yang sepi dan tak sangat jarang dijajaki manusia.
Ragam cerita tumbuh di masyarakat tentang orang bunian ini. Salah satunya jika ada orang yang hilang di gunung, orang tersebut mungkin ‘ dibawa urang bunian’. Termasuk itu lagu pak Gamawan Fauzi.
Yang paling jelas melekat di benak penulis beberapa cerita, ketika ada orang hilang di Gunung Merapi – ada yang menyebutkan hilang di bawa orang Bunian. Orang bunian akan menampakkan diri sebagai wanita/pria nan rupawan sehingga menarik hati. Kemudian bisa jadi terjadi perkawinan antara mereka. Orang tersebut bisa saja nanti kembali ditemukan ataupun tidak. Mungkin dari kalian juga pernah mendengar cerita sejenis, dibawa orang bunian lalu dikawinkan.
Cerita lain tentang orang Bunian, saya sendiri memang memiliki keturunan dimana orang tua saya di besarkan di Gunung Merapi bagian arah Bukittinggi. Tepatnya, di daerah Limo Kampuang. Dari cerita nenek saya tentang ibunya. Konon sering terjadi interaksi antara mereka. Interaksi ini bukan berarti langsung bertemu dan berbicara. Yang terjadi adalah pinjam meminjam peralatan masak, seperti kuali dan periuk belanga.
Bila pada suatu malam, atap rumah di lempar 3 kali berturut turut (biasanya juga diikuti dengan wewangi bunga-bunga yang harum di sekitar rumah), maka ibu dari nenek saya akan mengeluarkan periuk belanga dan kuali dan meletakkannya di halaman. Tanda ini dipercaya bahwasanya orang bunian akan mengadakan pesta dan butuh periuk belanga serta kuali.
Setelah selesai, biasanya barang pinjaman tersebut dikembalikan. Lalu didalamnya akan terisi sendiri dengan batu-batuan dan pasir. Batu dan pasir tersebut merupakan ucapan terima kasih dari orang Bunian tersebut. Batu dan pasir dianggap sebagai ‘samba baralek’ orang Bunian itu, sebagaimana kebiasaan orang di sana, bila meminjam peralatan memasak ketika dikembalikan akan diberikan masakan sebagai basa basi. Agaknya orang Bunian juga seperti itu di sana.
Segi kebenaran cerita nenek saya tersebut memang tak bisa saya pastikan benar atau salahnya. Namun ketika kami bersantai dan membahas tentang orang Bunian, nenek selalu bercerita tentang hal tersebut.
Meskipun tidak pernah diungkap secara nyata dan bersih, tetapi cerita cerita tentang orang Bunian ini tetap saja menjadi hal menarik untuk di dengar. Di beberapa daerah lainnya, juga bisa ditemukan cerita cerita seseorang yang katanya pernahbertemu dengan orang Bunian ini. ( Foto hanya ilustrasu dari Google Image dengan