Ilham - Call / WA +6281267 45797...........

Macam Macam Kepemilikan dan Penguasaan Tanah Adat di Minangkabau

 Membahas mengenai tanah adat di Minangkabau tentu ada rasa unik tersendiri. Minangkabau, negeri dengan anutan keturunan menurut alur ibu alias matrilineal.. Nah bagaimana dengan alur dan status kepemilikan dari tanah adat di Minangkabau?
Ada 2 hal yang yang mungkin kita mulai membedakannya. Kepemilikan dan Menguasai. Status kepemilikan yakni siapa yang punya, sementara yang menguasai adalah yang punya kuasa bagaimana selanjutnya dan mau di-apakan itu barang. Yang menguasai belum tentu memiliki dan yang memiliki belum tentu menguasai. 

Kekuasaan atas suatu tanah adat, ada pada lelaki pemimpin sebuah suku. Sebutan yang dikenal dengan istilah mamak. Sementara untuk kepemilikan tanah atau lahan tersebut adalah kamu perempuan dari suku itu. Dengan status kepemilikan tersebut, maka pihak laki laki tidak berhak melakukan pagang-gadai dan jual beli tanah adat tersebut. Apalagi sangat terlarang di Minangkabau untuk menjual dan menggadai tanah adat tanpa alasan alasan yang mendesak. 

Disebutkan hanya alasan paling mendesak dan kritis penjualan tanah adat (salah satu pusaka) diperbolehkan,
  1. Gadih Tuo Indak Balaki (Gadis Tua yang belum bersuami). Ini disebabkan mungkin ketidak ada-an biaya. Namun tentu alasan seperti ini akan sangat sulit ditemui, mana ada gadis Minang yang sulit untuk ditolak, sementara untuk biaya pernikahan, dimana para lelaki Minang yang bertanggung jawab akan kaumnya.
  2. Mayik tabujua di tangah rumah( Mayat di terbujur di tengah rumah) karena tidak ada biaya untuk pemakaman.
  3. Rumah gadang katirisan. Rumah gadang yang bocor dan tak ada biaya untuk perbaikan.
  4. Mambangkik Batang Tarandam (membangkit yang terpendam), maknanya karena  pemimpin adat yang telah lama di angkat dan sekarang waktunya angkat pemimpin kaum tersebut, namun kemungkinan terkendala karena keterbatasan dana.

Penguasaan dan Kepemilikan Tanah Adat

Struktur kepemilikan dan kekuasaan atas tanah adat, adat Minangkabau telah mengaturnya dalam bentuk di bawah ini,

Tanah Ulayat Nagari.

 Pengelolaan tanah ini dilakukan oleh nagari. Tanah ini akan digunakan untuk kepentingan khalayak ramai masayarakat nagari tersebut.
 
Sebagai contoh penggunaan tanah ini untuk, pembangunan fasilitas masjid, madrasah atau lahan kolam ikan yang nantinya dimasukkan ke kas nagari.
 

Tanah Ulayat Suku

Tanah ulayat suku dimiliki oleh sebuah suku. Semisal suku Piliang, maka kepemilikan tanah ini adalah suku Piliang.
 
Tanah tersebut akan dikelola biasanya memang dari anggota suku tersebut. Tapi ada kemungkinan kecil jika memang tidak ada dari anggota suku tersebut mengelola tanah tersebut bisa dikelola orang lain.
 
Tapi tentunya hasil dari pengelolaan tanah tersebut akan dikembalikan pada kaum suku yang memiliki tanah itu.
 

Tanah Pusako Tinggi

Kepemilikan tanah ini oleh sebuah kaum. Hampir sama dengan tanah Ulayat suku, namun yang membedakannya adalah cara memperolehnya.
 
Jika tanah ulayat bisa saja diperoleh saat ini, namun yang namanya tanah pusaka tentunya saja hasil dari warisan turun temurun. Sekali lagi tentu pengawasan waris di tangan Ninik Mamak dan akan mengalir waris tersebut menurut garis keturunan ibu.
 

Tanah Pusako Rendah

Tanah atau lahan dari "saparuik ", atau kelompok kecil di bawah suku. Mungkin ini didapat dari pengolahan "taruko", hasil usaha ataupun hibah.