Ilham - Call / WA +6281267 45797...........

Belajarlah ke Sejarah Minangkabau kalau tentang Bhinneka Tunggal Ika

 

Makin ke sini teriak anti Pancasila anti Bhinneka Tunggal Ika acap pula kita dengar. Sebagai pengguna sosial media barang jelas ini sudah menjadi sarapan pagi hingga makan malam di halaman depan sosial media.

Berbicara tentang Ke Bhinneka-an ini lucu lucu tanggung pula. Biar tak sulit kelompokkan saja menjadi dua. Di Fero dan si Anti. Saling saling-lah Fero dan Anti ini. Saling menuduh anti Bhinneka. Saling mengatakan anti Pancasila. Entahlah mana yang benar dan mana yang salah, Tuhan sajalah yang tahu.

Dalam pandangan netral, sebenarnya bisa kita positifkan pikiran kita. Mungkin tujuan dan maksud mereka sama. Sama sama peduli pada kelanjutan masa depan bangsa yang bernama Indonesia. Demi keutuhan NKRI, kan begitu.
div id="edb947f2bbceb132245fdde9c59d3f59">

Baik di Fero dan si Anti ini tidak tahu saja mana yang mau diperambil. Itu menurut saya. Mereka sama-sama saja, nanti takutnya kalau ada orang ketiga. Sifat orang ketiga ini agak menakutkan pula menurut saya. Kalau tidak salah Apatis nama sifat begitu. Arah arahnya, sifat begini nanti tak peduli. Bersipekak, saja dengan keadaan. Ini nanti terjadi, sudahlah kita.

Bagusnya itu ya Fero dan Anti ini harus belajarlah sedikit tentang sejarah Minangkabau. Apalagi kalau kita orang Minang, ikut pula geng Fero atau geng si Anti. Buka buka jugalah kaji sejarah Minang. Menjadi pertanyaanlah yang mana itu kaji sejarahnya.

Ini benar dia, tentang bagaimana sejarah asal usul Minangkabau ini. Mungkin tidak secara keseluruhan akan dijelaskan disini. Merujuk kita pada Pemerintahan Minang.Tersebut nama Datuak Katumangguangan dengan Datuak Parpatiah nan Sabatang.

Datuak yang berdua ini bukan rahasia lagi, bertentangannya. Masing masing pemimpin klan Koto Piliang dengan Bodi Chaniago. Prinsip mereka sangat berbeda. Konon ini dari latar belakang mereka yang berasal dari ‘darah’ berbeda. Satu berdarah biru,satu berdarah dari rakyat biasa saja.

Ini yang mempengaruhi watak kepemimpinan mereka, dimana satu ‘ Titiak dari Ateh – Batanggo Turun’. Berfilosofi bak air itu datangnya dari hujan, dari langit – dari atas. Kalau dalam bahasa Kasarnya bisa disebut otoriter, maaflah kalau saya agak berkelebihan menyematkan kosa kata otoriter ini.

Menuju yang satu lagi, ‘Tabasuik dari Bumi – Bajanjang Naiak’. Berfilosofi kalau ibarat air itu datangnya dari pusat bumi – mata air. Perihal sesuatu itu semua dari bawah. Agak demokrasi begitu.

Keduanya sama sama dihormati. Paham mereka berdua sama sama ditaati oleh masing masing sukunya. Mereka sama sama pula Minangkabau. Berseteru mereka. Bahkan katanya, perjanjian antara mereka ditandai di dengan Batu Batikam. Pergi pergi lah berwisata ke Batusangkar, ada buktinya itu. Cari saja di google mAp, Batu Batikam.

Apa yang menjadi pelajaran dari perbedaan prinsip mereka berdua ini? Mereka hidup berdampingan. Mereka sama sama Minangkabau. Mereka tidak ada saling menjatuhkan. Mereka tidak ada saling menghina satu sama lain. Mereka tidak ada saling memfitnah satu sama lain. Apalagi pakai Hoax Hoax begitu. Tidak ada sejarah tercatat fans Datuak Katumangguangan menyebar foto Hoax Datuak Parpatiah atau sebaliknya. Jika waktu itu kita sebut negara-lah Minangkabau ini, bisa dibilang negara dengan 2 Presiden. Berapa besarnya mereka tahu dan paham Bhinneka Tunggal Ika, kalaupun di jaman itu kata Bhinneka Tunggal Ika ini belum ada agaknya. Bagaimana jiwa mereka saling menghormati perbedaan. Ini pulalah yang orang bilang mungkin cinta itu karena perbedaan – besar cinta mereka sama sama ke Minangkabau ditengah perbedaan. Kalau sekarang cinta ini sudah luas, cinta sejenis juga sudah tren pula, mengaku modern, HAM, manusia masa depan. Entah kemana mereka ketika disuruh pergi Wirid Remaja dulu. Gaya begitu jaman ketumbar masih berputik itu. Jauh peradaban nabi Luth yang ditiru. Eh kemanapula perginya ini. Balik kita ke si Fero dengan si Anti tadi dulu.

Ini sekarang lihat sajalah. Satu saja presiden, entahlah. Tegang tegang urat Syaraf berperang. Musim benar itu Hoax Hoax. Entah tidak tahulah, tidak berani pula saya katakan itu dari si Fero atau dari si Anti.

Padahal kalau kita rasa rasa benar. Katanya sudah jaman nau, hebat hebat. Sekolah tinggi-tinggi, tidak sedikit lulusan luar negeri. Tapi kelakuan kita sama kita tidak kenal manusia. Terbujur lalu terbelintang patah saja semuanya. Pokoknya kalau tidak sealiran, ‘halal’ saja mau dengan cara apa asal terjilapak lawan itu.

Jadi, kalau memang benar benar ingin lah dalam konteks negara Indoensia ini ber-ke- Bhinneka-an, khususnya bagi orang orang Minang ini, kembalikanlah jiwa Minang yang benar-benar Minang itu. Boleh saja mau mendukung si Fero atau si Anti, tapi jangan pulalah kita saling membuka kulit kepala yang nota benenya itu masih saudara-saudara kita. Sesumbarnya, ya namanya manusia kita tentu punya pilihan masing-masing. Wajar itu, bahkan sangat wajar, apalagi kita sebagai orang yang hidup.Pilihan itu tentu dengan alasan alasan tersendiri pula.

Tapi dalam membela pilihan kita itu, tidak dengan cara cara menyimpai kaki lawan berjalan. Kalau mau menyimpai juga, ya simpai, jatuhkan lawan itu dalam gelanggang.

Satu lagi, kalau menurut saya ini. Ketika memilih itu benar-benarlah memilih jalan yang alasannya amar ma’ruf nahi mungkar. Jangan sekedar, buat mencari nama, mau dapat titel, atau nafsu dunia. Ingat jugalah kaji Ustadz, kita itu pemimpin buat diri kita. Diri kita yang pemimpin ini yang memutuskan mau ikut si Fero atau si Anti. Ujung pengajiannya, ini dipertanggung jawabkan di dunia akhirat.